03 September 2009

Pernyataan Sikap Kongres Operata Yogyakarta

No : 1/KOY/2009
Hal : Pernyataan Sikap Kongres Operata Yogyakarta
Lampiran : -

Yogyakarta, 31 Agustus 2009

Kepada Yth.
Presiden Republik Indonesia
Di Jakarta

Dengan hormat,
Pertama-tama, perkenankan kami, Kongres Operata Yogyakarta (KOY) untuk memperkenalkan organisasi kami. Kongres Operata Yogyakarta (KOY) adalah wadah perjuangan segenap OPERATA (Organisasi Pekerja Rumah Tangga) yang terdiri dari Alumni sekolah PRT Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) Yogyakarta, Organisasi Keluarga PRT Tepus, dan 14 OPERATA di daerah Yogyakarta, antara lain: Soragan, Warung Boto 1&2, Kalangan, Jogoyudan, Nogotirto, Bangunrejo, Banyumeneng, Demakan, Ngadimulyo, Tegalmulyo, Karangwaru, Sindet dan Sumberan yang dideklarasikan pada 19 April 2009 lalu.

KOY menyambut gembira ketika mengetahui kabar bahwa ILO akan menyelenggarakan International Labour Conference (ILC) yang mengangkat kembali mengenai regulasi untuk Pekerja Rumah Tangga (PRT) pada tahun 2010 mendatang karena ini adalah momen langka dimana setelah 70 tahun berlalu barulah sekarang ILC membahas tentang PRT dengan mengingat pula bahwa hingga saat ini belum ada regulasi yang benar-benar secara spesifik memberikan perlindungan terhadap PRT, baik itu Perda, bahkan Undang-Undang. Meski untuk wilayah Yogyakarta telah ada Perda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan yang memuat satu pasal dengan tiga ayat delegatif ke tingkat Perwal tentang perjanjian kerja PRT, namun tanpa menafikan niat baik pemerintah Yogyakarta dalam hal ini, KOY merasa satu pasal di sebuah Peraturan Daerah belum dapat mengakomodir kepentingan PRT secara keseluruhan.

Oleh karenanya, KOY, sebagai bagian dari tripartit, mendukung penuh dan terlibat langsung dalam serangkaian kegiatan bersama Jaringan Kerja Layak PRT (JAKERLA PRT) agar dalam sidang ILC nantinya dapat menghasilkan kesepakatan bentuk instrumen internasional mengenai standar pekerjaan layak bagi PRT dalam bentuk KONVENSI, sehingga pemerintah Indonesia diharuskan meratifikasi dengan membuat sebuah regulasi atau hukum positif tentang pekerja rumah tangga.

Namun mendapati kenyataan dalam advertorial di berbagai media massa yang dikeluarkan Pusat Humas Depnakertrans, KOY kecewa dengan keputusan Depnakertrans bersama Depkes, BAPPENAS, Menko Kesra dan Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan yang sepakat mengusulkan dukungan terhadap standar internasional di bidang Pekerja Rumah Tangga hanya dalam bentuk REKOMENDASI, bukan KONVENSI.
Pengambilan bentuk REKOMENDASI ini tentunya tidak mengikat pemerintah untuk membuat regulasi, hanya sebagai acuan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan nasional.

Itu berarti pemerintah sama saja secara tak langsung menunjukkan ketidakberpihakan kepada rakyat, PRT khususnya. Perlu diketahui, pekerjaan sebagai PRT merupakan mata pencaharian 3 juta PRT domestik di Indonesia dan lebih dari 6 juta PRT migran dari Indonesia (Sakernas BPS 2008, data Migrant Care & estimasi ILO tahun 2009). Dengan penolakan Pemerintah terhadap Konvensi ILO seolah terkesan Pemerintah ingin melanggengkan perbudakan PRT, padahal sudah tampak mata bahwa PRT telah banyak menerima perlakuan tak layak dan eksploitasi majikan.

Alasan Pemerintah berdalih enggan meratifikasi konvensi karena aturan hanya akan melindungi pekerja migran dan anggota keluarganya di Indonesia, sedangkan sejumlah negara yang menjadi tujuan pengiriman tenaga kerja Indonesia belum meratifikasinya tergolong tak masuk akal sebab kesepakatan dalam bentuk rekomendasi jelas-jelas adalah ketidakmauan pemerintah melindungi PRT.

Konvensi ILO paling tidak memberikan celah bagi awal terbentuknya payung hukum bagi PRT di Indonesia, oleh karenanya KOY menyayangkan keputusan pemerintah tersebut dan berharap semoga bersamaan dengan momentum 64 tahun kemerdekaan yang baru saja lewat, pemerintah dapat lebih memerdekakan semua elemen bangsa, termasuk diantaranya PRT, tentunya dengan kebijakan seperti contohnya dukungan untuk meratifikasi Konvensi ILO sebagai pintu gerbang regulasi atau payung hukum bagi PRT yang sesungguhnya.

KOY juga berharap pemerintah, khususnya kepada Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai presiden yang kembali terpilih untuk masa lima tahun mendatang agar dapat lebih memperhatikan nasib PRT, baik yang tinggal di dalam negeri maupun PRT migran. Karena bagaimanapun bentuk perlindungan negara terhadap warganegaranya adalah melalui konvensi dan rekomendasi, tidak sekedar menyusun rekomendasi.

Demikian pernyataan sikap dari Kongres Operata Yogyakarta, semoga dapat mewakili harapan segenap pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia untuk mewujudkan terbentuknya regulasi atau perlindungan hukum dalam upah dan kerja layak bagi Pekerja Rumah Tangga.


Hormat kami,




Murtini
Sekjen KOY – Ketua JPPRT


Tembusan:
1. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
2. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
3. Menteri Kesehatan
4. Menteri Pemberdayaan Perempuan